oleh

Wali Kota Malang Hadiri HUT Dasawarsa JKPI

-Berita-536 Dilihat

Surakarta (malangkota.go.id) – Sejak dideklarasikan pada 25 Oktober 2008, silam, kini Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) telah memasuki usia satu dasawarsa. Keanggotaannya pun telah berkembang pesat hingga mencapai 66 kota/kabupaten se-Indonesia.

Foto bersama kepala daerah anggota JKPI

Dalam rangka peringatan HUT 1 dasawarsa, JKPI menggelar temu kepala daerah anggota JKPI di Solo pada Rabu (24/10) hingga Sabtu (27/10). Seperti diinfokan Wali Kota Solo FX. Hadi Rudianto, temu JKPI diisi kegiatan gala dinner, pameran budaya dan ekonomi kreatif, simposium, pawai budaya, ladies programme dan heritage city tour.

Wali Kota Malang pada kesempatan ini hadir didampingi Ketua TP PKK Kota Malang serta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang. “Ini bagian dari komitmen kita dalam mendorong wisata heritage di Kota Malang. Terlebih pada temu kepala daerah anggota JKPI tahun ini, kita secara bersama membangun komitmen untuk mendesaian managing heritage city,” jelas Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji, Kamis (25/10).

Ditambahkan wali kota yang pernah dianugerahi gelar oleh Raja Surakarta Hadiningrat Pakoeboewono XIII dengan gelar KRT. H. Sutiaji Dipuro (2017_red) itu, langkah menata kota heritage di Malang telah dilakukan. Satu diantaranya terwujud melalui pendataan serta verifikasi cagar budaya yang ada di Kota Malang.

“Disbudpar telah bergerak aktif dengan melibatkan akademisi, pelaku budaya serta volunteer (relawan). Hingga kini telah terdata lebih kurang 600 objek, dan sebanyak 168 objek telah mampu dinarasikan,” terang Wali Kota Malang yang juga lagi getol untuk merancang rebranding untuk kawasan Kayu Tangan Malang.

Sementara itu Kadisbudpar Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni, SH, M.Si  menginformasikan bahwa salah satu syarat atau penilaian apakah sebuah objek terkategori bernilai cagar budaya adalah batasan usia minimal 50 tahun. “Tentu tak sekedar usia, tapi tetap mempertimbangkan kriteria nilai dan arti penting, yang artinya nilai penting semisal gedung atau bangunan tersebut pernah dihuni tokoh terkenal,” urainya.

Adapun memiliki arti penting, lanjut Ida, apabila bangunan/gedung/objek dimaksud mampu memberikan kontribusi bagi pengetahuan atau nilai manfaat sosial.

Pentingnya sebuah bangunan heritage memiliki langgam atau karakter daerahnya sebagai ciri khas tersendiri ditekankan juga oleh ahli tata kota dari ITN Budi Fathoni.

Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian PUPR,  Luthfi Anang selaku narasumber simposium,  menekankan kembali agar daerah mampu mengaktualisasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

“Bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya,” tuturnya.

Sementara pada Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, menyatakan bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang- undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Diperkuat oleh Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menyiratkan pentingnya memperhatikan nilai budaya dalam penyelenggaraan penataan ruang.

Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam menjalankan amanat ketiga undang-undang tersebut. P3KP telah dirintis sejak tahun 2012 berkolaborasi dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI).

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Bina Penataan Bangunan selain memberikan pendampingan dan fasilitasi dalam bentuk dana stimulan penataan kawasan pusaka, juga dilakukan pendampingan penguatan kelembagaan terhadap para pihak terkait, khususnya kepada Tim Kota Pusaka Daerah (TKPD).

P3KP merupakan insentif program kepada Kabupaten/Kota peserta P3KP yang telah menetapkan Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Selain itu P3KP juga merupakan platform untuk mensinergikan program lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka  mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan berbasis pusaka.

Sampai saat ini P3KP telah diikuti oleh 52 kota/kabupaten yang memiliki komitmen dan kepedulian dalam melindungi kekayaan pusaka alam, budaya, dan saujana yang dimilikinya. Komitmen dan kepedulian tersebut dituangkan oleh Kabupaten/Kota dalam Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP).

Kabupaten/Kota anggota P3KP secara bersama-sama berupaya mencari jalan dan langkah-langkah nyata dalam mendayaupayakan kekayaan pusaka bangsa menjadi aset yang bernilai tinggi, baik di mata bangsa Indonesia sendiri maupun di mata bangsa-bangsa lain di dunia.

Ditegaskan Luthfi,  pelestarian cagar budaya perlu didukung dengan pengembangan kota yang menghargai keberadaan cagar budaya dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam pengambilan keputusan. Pemerintah Kabupaten/kota sebagai penyelenggara pembangunan di daerah dan pengambil keputusan memegang peranan kunci dalam pelestarian kawasan cagar budaya.

Langkah awal adalah menetapkan Tim Kota Pusaka Daerah (TKPD) oleh Kepala Daerah yang terdiri atas OPD terkait, komunitas pusaka, dan akademisi. Proposal menjadi salah satu indikator yang menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengikuti P3KP. Secara garis besar menunjukkan arah kebijakan pemerintah daerah dalam pelestarian kota pusaka, gambaran potensi aset pusaka, dan pemetaan para pemangku kepentingan. (say/yon)