oleh

Nagata Tuna : Tekad dari Ujung Barat Indonesia

Infratrukturnews – Nagata Tuna awalnya hanya mengolah lobster yang dipasarkan ke Kota Medan. Beriring dengan permintaan pasar, ikan tuna menjadi komoditas utamanya, apalagi pada saat itu ada kesempatan untuk memasarkannya ke Singapura dan Malaysia.

Angin dari samudra hindia berhembus hangat ke sela sela kapal yang sedang menggantungkan nasibnya pada laut. Pagi itu sudah bersandar kapal-kapal berisi harapan untuk keluarga di rumah. Indonesia memang kaya akan hasil laut, terbukti pada tahun 2018 hasil laut Indonesia menyumbang 30% pada pendapatan nasional.

Sebagai negara maritim, setidaknya tahun ini, Indonesia kini telah dilabeli negara eksportir tuna terbesar di dunia. Tercatat hingga tahun 2017, Indonesia menghasilkan 198.132 ton ikan tuna senilai 659,9 juta dolar AS.

Provinsi Aceh menjadi salah satu penghasil tuna berkualitas ekspor di Indonesia. Terutama untuk tuna jenis sirip kuning hasil tangkapan nelayan lokal ini, menjadi idola untuk pasar mancanegara. Salah satu pengusaha lokal yang telah mengekspor hingga ke jepang dilakukan oleh Muslim, pemilik UD Nagata Tuna di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Usaha yang dirintisnya sejak pasca bencana tsunami Aceh tersebut berkembang pesat, inilah penggalan tekad dari ujung barat Indonesia.

Nagata Tuna awalnya hanya mengolah lobster yang dipasarkan ke Kota Medan. Beriring dengan permintaan pasar, ikan tuna menjadi komoditas utamanya, apalagi pada saat itu ada kesempatan untuk memasarkannya ke Singapura dan Malaysia.

“Jadi awalnya ditawarkan, mau tidak dikirim ke singapura, karena kualitasnya yang bagus, Aceh ini kaya dengan hasil lautnya” kata Muslim saat tim dari LPDB berkunjung melihat operasional usahanya.

Muslim mengakui bahwa memang sebagai provinsi yang dikelilingi laut dari bibir pantai barat hingga timur memberikan potensi maritim yang tinggi, bahkan kini Nagata Tuna pun merabah ke ikan-ikan kecil seperti ikan cakalang, ikan layang, dan ikan karang lainnya. Kendala yang dihadapi saat itu adalah sulitnya modal, apalagi lembaga bank juga sulit diakses karena memang perikanan menjadi sektor yang berisiko besar.

“Pada saat itu kami butuh dana, dan bank tidak mempercayai kita, karena bank disini belum percaya dengan perikanan” seloroh Muslim.

Di tengah sulitnya akses modal tersebut, ditawarkanlah Muslim untuk mengakses dana bergulir LPDB-KUMKM. Ketertarikannya karena imbal jasa yang murah, yakni hanya lima persen per tahun menurun.”Jadi saya dengar, ada dana bergulir LPDB, bunganya ringan, jadilah saya ajukan proposal usaha ini ke Jakarta,” ucap Muslim.

Dalam prosesnya pengajuannya, Muslim merasakan LPDB tidak hanya sekadar memberikan permodalan saja namun juga pembinaan, terbukti kini administrasi yang dilakukan sudah lebih rapi dan lengkap dibandingkan sebelumnya.

“LPDB buat saya sangat profesional, tadinya kami tulis pembelian ikan di sobekan kardus rokok, sekarang sudah tertib administrasi, semua diketik menggunakan komputer,” jelas Muslim sambil tertawa menceritakan awal pengajuan dana bergulir LPDB.

Kini Nagata Tuna tidak lagi dijauhi oleh perbankan, justru kini bank turun gunung menawarkan modal ke kantornya yang terletak di Desa Punge Blang Cut. “Berkat dulu berbagi pengalaman dengan LPDB, kini orang bank kaget melihat administrasi kami yang sudah rapi dan lengkap, padahal dulu bank menolak kami” kata ayah beranak lima ini.

Pemanfaatan Dana Bergulir


Nagata Tuna mendapatkan dana bergulir LPDB sebesar Rp 1 miliar dan memanfaatkannya untuk pembuatan Air Blast Freezer (pembekuan ikan) kapasitas 4 ton dan Cold Storage (penyimpanan ikan) kapasitas 50 ton. Bulan Maret ini Nagata Tuna telah mengolah ikan tuna mencapai lebih dari 200kg dan ikan lainnya berkisar 40-60 ton.

Produktivitas yang meningkat ini pula yang memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Dari awal hanya 3 pegawai termasuk Muslim, kini memiliki 10 pegawai ditambah tenaga kerja lepas harian yang mencapai 30 orang.

“Sejak adanya Cold Storage itu, semakin berani kami terima ikan lebih banyak, hingga akhirnya tenaga kerja pun kita tambah, supaya dapat memproses lebih cepat, bahkan bisa mencapai 30 orang totalnya jika ikan yang diterima banyak agar tetap terjaga kesegarannya,” jelas Muslim.

Kualitas Grade A

Kualitas ikan pun menjadi perhatian Muslim, karena untuk ekspor terutama ke Jepang, Nagata Tuna menyeleksi ikannya yang berkualitas grade A. Pengolahan dari ikan hingga pemotongan dan packing pun dilakukan secara profesional dengan quality control yang ketat. Sehingga sampai saat ini membuat Nagata Tuna tetap dipercaya oleh pembelinya di luar negeri.

“Kami harus menjaga kualitas ikan ini, karena ekspor maka harus Grade A. Makanya kami lakukan kontrol yang ketat,” Kata Muslim sambil memperlihatkan sertifikat dan penghargaan yang telah diraihnya.

Muslim merasakan dengan adanya dana bergulir ini dapat membantu meningkatkan produktivitasnya. Karena produktivitas yang didorong tentu akan menyerap tenaga kerja dan meningkatkan aset serta omzet dari usahanya ini. Tahun 2018 diakuinya bahwa Nagata Tuna memiliki omzet menembus angka Rp 5 miliar dengan pasar domestik dan juga luar negeri atau ekspor.

Merangkul Nelayan

Hubungan Muslim dengan nelayan tidak hanya sekadar bisnis ikan, namun juga hubungan-hubungan sosial dibangun dengan pendekatan kekeluargaan. Misalnya saja jika ada nelayan yang sakit, Muslim selalu menyempatkan dirinya menjenguk. Menurut Muslim dengan menjalin hubungan tersebut akan memberikan kedekatan secara psikologi sosial yang tidak hanya sekadar bicara uang dan bisnis. Selain itu Nagata Tuna juga turut memberikan pelatihan bagi rekan nelayan baik yang memasok ikan ataupun tidak, agar dapat menjaga ikan tetap segar selama di kapal menuju tempat pengolahan.

“Kami lakukan pendekatan sosial, jika ada yang sakit kami tengok, lalu ada anaknya di rumah kami belikan buah, dan seperti tahun lalu kami berikan pelatihan gratis tentang pengolahan ikan selama di kapal sampai tiga kali dari teori sampai praktek di atas kapal,” cerita Muslim.

Ia berharap dengan adanya pendekatan ini akan menguatkan kebersamaan, terutama sesama orang Aceh, karena era globalisasi ini jika tidak bersama-sama akan kalah dengan pendatang yang memiliki modal lebih besar dan juga sumber daya manusia lebih modern.

“Jadi kita orang Aceh harus bersatu, semoga cara itu bisa menguatkan ekonomi orang Aceh,” harap Muslim.

Bapak berusia 50 tahun itu berharap LPDB agar dapat memberikan fasilitas permodalan kepada pelaku usaha lain di Aceh dan Indonesia, khususnya mereka yang membutuhkan dan layak diberikan. LPDB juga perlu lakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang tidak hanya di kota besar saja, terutama di Aceh untuk memberikan informasi ke tiap kepala desa.

“Saya harap LPDB kedepan dapat semakin maju, dan membantu pelaku usaha di Indonesia, khususnya di Aceh,” tutup Muslim

Untuk informasi, LPDB-KUMKM merupakan satuan kerja dari Kementerian Koperasi dan UKM yang sampai saat ini telah menyalurkan Rp 8,5 triliun kepada satu juta lebih pelaku usaha di Indonesia. Tahun 2019 target penyaluran LPDB sebesar Rp 1,5 triliun yang akan disalurkan menggunakan skim konvensional Rp 975 miliar dan skim syariah Rp 525 miliar. Tarif yang dikenakan untuk program Nawacita (Pertanian, Perikanan, dan Perkebunan) 4,5 persen per tahun menurun, Sektor Riil 5 persen dan Simpan Pinjam 7 persen.

Baca Artikel Aslinya