CIAMIS, kabarSBI.com – Motto pengelolaan hutan yang lestari dan sekaligus memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar, bisa tercermin dari pengelolaan hutan yang berlandaskan pada kepentingan ekologi, serta bisa menciptakan konservasi keanekaragaman hayati, serta dapat mencegah bencana dan pengendalian kebakaran, juga bisa memberikan kesejahteraan untuk rakyat, wabil khusus masyarakat sekitar hutan.
Hal itu diungkapkan oleh Asep Davi.SH mantan anggota DPRD Kabupaten Ciamis dua periode dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) asal Desa Sindanghayu, Kecamatan Banjarsari, Sabtu (Senin, 26/09/2022) saat dimintai tanggapan oleh awak media kabarSBI.com
Namun tata kelola hutan yang diberikan pada Perum Perhutani telah banyak melenceng dari tupoksinya sebagai pengelola kawasan hutan.
Seperti kita ketahui bersama,
Perum Perhutani adalah BUMN yang sering menggunakan cara lain untuk menutupi rendahnya kinerja mereka dengan mengkriminalisasi masyarakat sekitar.
Seperti contoh kasus nenek Asyani Situ Bondo Jawa Timur, misalnya bermula ketika petugas Perhutani yang sedang berpatroli menemukan dua tunggak kayu yang dinyatakan hilang oleh mereka.
Penyidik kemudian menangkap nenek Asyani, menantunya Ruslan dan tukang kayu bernama Cipto dengan didakwa mencuri kayu perhutani. Nenek Asyani, bersikeras bahwa kayunya berasal dari tanahnya sendiri, yang ditebang oleh almarhum suaminya tujuh tahun yang lalu, tetapi Perhutani juga keukeuh menyatakan bahwa dua tunggak kayu itu adalah milik mereka.
Kasus yang menimpa nenek Asyani adalah modus lama yang selama ini sering digunakan oleh Perum Perhutani untuk menutupi buruknya kinerja mereka dalam mengelola kawasan hutan Negara.
Seperti yang sekarang terjadi di areal Desa Sindangrasa dan Desa Cigayam Perhutani melakukan tebangan di lahan yang kemiringannya di atas 30% serta melakukan tebangan di wilayah-wilatah harim sungai.
Penebangan di petak 88 B Desa Sindangrasa seluas 10 ha dan di petak 87 seluas 10ha, sementara di lokasi tersebut ada sekitar 11 alur anak sungai kanan kirinya yang ditanami jati dan terancam akan di tebang, padahal itu harusnya masuk harim sungai dan tidak boleh di tanami kayu produksi.
Belum lagi ketika di tahun 2016 Perum Perhutani KPH Ciamis melakukan penebangan yang disinyalir ilegal karena melakukan penebangan pada mahoni jajar begitu masyarakat sekitar menyebutnya, kondisi mahoni jajar pada saat sebelum di tebang berjumlah 10 pohon dan mempunyai lilit diatas 10 meter, otomatis usianya sudah ratusan taun dan tepat berada di puncak gunung geger bentang, mahoni jajar tersebut berfungsi sebagai kantung air bagi masyarakat sekitar, dari kejadian itu saja sudah bisa di simpulkan bahwa Oknum di Perhutani KPH Ciamis turut andil melakukan pengrusakan hutan, dan ada indikasi telah melakukan perbuatan pidana.
Disamping itu juga perlu adanya transparansi dari Perhutani tentang bagi hasil dana sharing dengan masyarakat penggarap juga penglolaan dana CSR yang seharusnya skala prioritas di distribusikan di wilayah-wilayah seputar hutan yang terkena dampak.
Dengan bergulirnya tulisan ini bisakah Perhutani KPH Ciamis memberikan penjelasan penebangan yang telah terjadi dan akan di lakukan kelak benar-benar sesuai dengan mekanisme yang ada. (bono/red)