oleh

Kementerian Pertanian Tolak Alih Fungsi Lahan Guna Perkuat Ketahanan Pangan Dalam Negeri

BERITA BOGOR – Kementerian Pertanian (Kementan) minta Dinas Pertanian (Distan) di daerah untuk menolak permohonan izin alih fungsi lahan pertanian.

Pada indeks keberlanjutan pangan keluaran The Economist Intelligence Unit 2020, Indonesia berada di peringkat 60. Adapun Zimbabwe berada di peringkat 30, Ethiopia peringkat 27, Jepang di peringkat 6, dan Prancis di peringkat. 

Berbagai sektor industri dinilai telah menggerus luas lahan pertanian yang mengancam produksi pertanian. Sementara Luas panen padi pada bulan Maret 2021 atau puncak panen diperkirakan 2 juta hektar.

Gencarkan Komando Strategi Penggilingan Padi (Kostraling). 

Kementerian Pertanian Tolak Alih Fungsi Lahan Guna Perkuat Ketahanan Pangan Dalam Negeri 233

Dalam upaya mengoptimalkan peran Kostraling amankan dtok dan harga Beras untuk memperkuat ketahanan pangan dalam negeri, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyiapkan langkah strategis guna mengamankan produksi atau stok beras nasional dan harga pada saat musim panen raya padi pada Maret 2021.

Dilansir laman resmi Kementan, Di tahun 2020 sudah terbentuk 18 ribu Kostraling. Pemerintah menyediakan fasilitas modal dengan bunga rendah melalui dana KUR bagi usaha penggilingan padi. 

Menteri Pertanian mengatakan mengikuti pola musim di Indonesia, bahwa pada saat musim basah produksi padi lebih besar dari musim kering, maka diperlukan pengelolaan ketersediaan yang baik sehingga tidak ada gejolak permintaan dan gejolak harga di masyarakat. Komando Strategi Penggilingan Padi (Kostraling) adalah salah satu pihak yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga ketersediaan pangan khususnya beras, maka pengelolaan yang profesional menjadi kunci keberhasilannya.

“Peran Kostraling untuk serap gabah dan menjaga harga di tingkap petani, ibaratnya Bulog-Bulog kecil. Kostraling menjadi andalan stok beras nasional. Kostraling adalah pioner dari penggilingan-penggilingan padi kecil dan Perpadi (Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras,- red) punya peran di dalamnya, kita bersinergi,” ucapnya pada Rapat Kostraling di Jakarta, Jumat (26/2/2021).

Menteri Pertanian menerangkan di tengah pandemi Covid 19 ini, upaya memperkuat ketahanan pangan terus ditingkatkan. Salah satu kuncinya adalah memperkuat sinergitas yang lebih holistik sebagai upaya menghasilkan suatu terobosan dan dapat memotret segala tantangan. 

“Saya menyampaikan apresiasi kami kepada petani, kelompok pengelola penggilingan padi serta pengusaha penggilingan padi yang tergabung dalam Perpadi, yang tidak henti hentinya bekerja keras tidak mengenal lelah untuk mengolah gabah menjadi beras sehingga sampai saat ini masih tersedia,” ujarnya.

Dirinya menegaskan peran Kostraling harus ditingkatkan dengan bersinergi dengan Perpadi. Peran Kostraling disamping mengoptimalkan peran penggilingan-penggilingan padi kecil, namun diharapkan juga dapat menjaga stok beras nasional, harga dan kualitas beras bahkan harus bisa melakukan ekspor.

“Saya minta Perpadi bantu saya, kita pahami apa yang ada. Saya berharap kepala dinas pertanian bersama Perpadi melihat mana yang harus di Kostralingkan. Kita punya peluang besar untuk melakukan akses pasar karena fenomena pandemi ini harga beras dunia naik, ini peluang bagi Indonesia,” tegasnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menambahkan, untuk mewujudkan Kostraling yang semakin modern dan pengelolaan yang semakin professional, diperlukan dukungan pembiayaan yang memadai. Perhatian Pemerintah kepada penggilingan padi salah satunya diwujudkan dengan memberikan bantuan Rice Milling Unit (RMU) dan mesin pengering terutama untuk kelompok tani pengelola penggilingan skala kecil dengan tujuan meningkatkan kualitas produk beras yang dihasilkan dan tentunya menjadikan mereka lebih modern. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso mengapresiasi upaya Kementan menjaga produksi dan harga beras pada puncak panen raya melalui Kostraling. Perpadi mengambil bagian dalam program ini untuk menyerap gabah petani. “Hadirnya Kostraling dapat merevitalisasi penggilingan padi skala kecil, manfaatnya sangat banyak di antaranya mengurang angka kemiskinan, pengangguran, kehilangan hasil, meningkatkam efisiensi dan menstabilkan harga beras dan meningkatkan kualitas beras,” ucapnya.

Sutarto menambahkan pihak mendorong upaya Kementan dalam membangun korporasi petani. Ia menilai komponen sinergi dengan melibatkan peran Perpadi atau penggilingan padi sudah tepat, ditambah lagi petani atau kelompok tani, perbankan, asuransi, pasar dan Bulog. “Dengan demikian, perlu manajemen lapangan antara penggilingan padi dengan BUMDES dan koperasi sehingga korporasi petani bisa terwujud,” tandasnya.

Baca juga :  Nilai Tukar Petani Terpuruk

Lahan baku 7,46 hektar 

Lahan baku sawah nasional akhirnya bertambah luas menjadi 7,46 juta hektare (ha) setelah verifikasi lapangan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Penambahan ini memperkecil penyusutan luas lahan baku sawah saat pertama kali metode kerangka sampel area (KSA) diumumkan tahun 2018, yakni hanya 7,1 juta ha.

Penambahan luas lahan baku sawah ini sangat penting buat Indonesia. Pasalnya, penyusutan luas lahan sawah akibat konversi ke penggunaan lain makin marak. Berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) saat menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) pertama kali tahun 2018, luas baku sawah nasional hanya 7,1 juta ha. Padahal, berdasarkan hitungan tahun 2013 oleh BPN, luas baku sawah masih 7,75 juta ha atau susut 650.000 ha. Dengan kata lain, dalam kurun 5 tahun luas lahan baku sawah hilang 130.000 ha/tahun.

“Setelah dilakukan verifikasi di lapangan, semua kementerian/lembaga telah sepakat bahwa yang kita verifikasi ini betul-betul data lahan baku sawah yang sebenarnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati,” ujar Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil saat merilis resmi Luas Lahan Baku Sawah Nasional 2019 dan Produksi Padi 2019 di Kementerian Pertanian, Selasa (4/2/2020).

Menurut Sofyan, dari hasil verifikasi disepakati luas lahan baku sawah 2019 mencapai 7.463.948 ha. Penambahan itu terjadi karena terdapat lahan sawah di sejumlah daerah yang sebelumnya tidak tertangkap oleh citra satelit sebagai lahan sawah karena terdapat genangan. Lahan sawah dalam penghitungan luas sawah ini didefinisikan sebagai areal tanah pertanian yang digenangi air secara periodik dan atau terus-menerus. Lahan sawah ditanami padi, dan atau diselangi tanaman lain, seperti tebu, tembakau dan tanaman musim lainnya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, data luas baku lahan pertanian yang baru diluncurkan sangat akurat. Dengan demikian bisa melahirkan banyak program tepat guna dan tepat sasaran untuk para petani di seluruh Indonesia. Selain itu, pemerintah terus berusaha mencegah alih fungsi lahan pertanian dan memastikan penggunaan data tunggal lahan pertanian. “Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya sama. Termasuk masalah lahan dan produksi,” tegasnya di Makassar, Jumat (7/2/2020).

“Saya berharap tak ada lagi kekacauan data lahan, baik yang dipegang Kementan, BPS serta Kementerian dan lembaga lain,” tegasnya. Menurutnya, rujukan data adalah BPS. Jadi, datanya harus satu, tidak boleh tumpang tindih. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan.

Cegah alih fungsi lahan 

Sebelumnya, Kementerian Pertanian meminta Dinas Pertanian (Distan) di daerah untuk menolak permohonan izin alih fungsi lahan pertanian. Berbagai sektor industri dinilai telah menggerus luas lahan pertanian yang mengancam produksi pertanian.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, jika area persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budi daya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga pun akan kesulitan untuk mendapatkan makanan. “Untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka pemerintah daerah diharapkan tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan, terutama yang berada di zona lahan abadi,” ujar Sarwo, Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Dia menambahkan, data Kementerian ATR/BPN pada tahun 2018 menunjukkan adanya penyusutan lahan baku sawah di Indonesia. Dari data tersebut, ditemukan angka penyusutan mencapai sembilan persen dari 7,75 juta hektare menjadi hanya seluas 7,1 juta hektare. “Penyusutan tersebut terjadi karena alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan,” pungkas Sarwo.

Panja tolak alih fungsi lahan

Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang sudah memasuki daftar inventaris masalah (DIM) mengenai alih fungsi lahan budi daya pertanian. Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menilai alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan proyek strategis sebagaimana yang dimaksud dalam RUU Ciptaker dapat mengancam kesejahteraan para petani.

Baca juga :  Panen Perdana Cengkeh Cijeruk

“Alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan umum atau proyek strategis nasional dapat mengancam kesejahteraan para petani nantinya, karena bisa saja sawah-sawah yang subur dan bermanfaat bagi rakyat berubah jadi gedung,” analisa politisi Partai Golkar itu saat menghadiri rapat Baleg DPR RI dengan pemerintah, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Sementara itu, anggota Baleg DPR RI Ali Taher mengutarakan, lahan pertanian sebagai salah satu sumber kekayaan alam bangsa Indonesia yang memberikan banyak manfaat kepada rakyat sejak zaman dahulu. Menurutnya, Pulau Jawa menjadi pusat budaya peradaban sepanjang sejarah manusia karena sawah.

“Peradaban agama muncul karena sawah, agraris Belanda masuk juga karena sawah. Jadi ini seperti titik temu tolong hindari pola pemikiran jangka pendek utamakan kesejahteraan rakyat,” ppapanya. 

Food security

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Jawa Barat – agriculture‬ – ‪economic policy‬ – ‪food security, Ir.  Entong Sastraatmadja, dalam artikelnya mengungkap Keterbukaan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 

Tatkala memberi pandangan dan harapan kepada Kelompok Kerja Akhli Ketahanan Pangan beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengingatkan bahwa tugas membangun pertanian di negeri ini, bukan hanya digarap oleh Kementerian Pertanian melulu, namun juga hal ini merupakan tugas kita semua, khusus nya mereka yang peduli terhadap peran strategis sektor pertanian dalam peta bumi ekonomi nasional.

Di sisi lain, walaupun ada yang berpandangan pembangunan pertanian harus dibedakan dengan pembangunan petani, tapi sebagian besar anak bangsa, telah memiliki persepsi bahwa pembangunan petani merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian.

Akibatnya wajar jika Kementerian Pertanian telah di daulat untuk menjadi pembawa ‘pedang samurai’ dalam mensejahteran para petani. Kementerian Pertanian tidak boleh main-main dalam mengelola APBN guna mewujudkan tugas dan fungsi lembaga. Lebih sedih lagi bila terekam bahwa Kementerian Pertanian hanya alakadarnya saja dalam perjuangan membangun kesejahteraan petani.

Kita berpandangan antara pembangunan pertanian dan pembangunan petani memiliki korelasi yang sangat erat. Namun, data yang disampaikan Badan Pusat Statistik memperlihatkan kepada kita, korelasi itu tidak selalu positif. Sebagai gambaran, tugas dan fungsi utama Kementerian Pertanian adalah meningkatkan produksi dan produktivitas setinggi-tingginya menuju swasembada dan memperkokoh ketersediaan pangan yang cukup.

Sedangkan pembangunan petani, sebagaimana diamatkan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah melakukan “pembelaan” terhadap petani dari berbagai hal yang cenderung memarginalkan petani. Tujuan akhir dari pembangunan petani adalah mensejahterakan kehidupan mereka.

Dalam fakta di lapangan ternyata upaya meningkatkan produksi tidak otomatis menciptakan kesejahteraan petani. Sebagai contoh, produksi padi selalu meningkat dengan angka produksi yang cukup signifikan, namun di sisi lain ternyata kesejahteraan petani padi terekam “jalan ditempat”.

Nilai Tukar Petani yang selama ini dijadikan ukuran dalam menilai kesejahteraan petani tetap saja diantara nilai 98 – 104. Atas dasar pengalaman yang ada untuk menaikan indeks NTP sebesar 0,1 poin saja dibutuhkan upaya yang cukup berat. Padahal kita sangat merindukan ada nya NTP petani padi pada angka 115 atau bahkan 120. Inilah sedungguhnya pekerjaan besar kita bersama.

Artinya, pemikiran cerdas seperti apa yang perlu disampaikan kepada para pengambil kebijakan, baik tingkat Pusat, Daerah dan Desa, agar dalam perumusan strategi dan penetapan program pembangunan pertanian dapat juga meningkatkan kesejahteraan petaninya. Kesejahteraan petani tidak mungkin akan diraih hanya oleh Kementerian saja, tapi Kementerian Pertanian dapat menampilkan diri sebagai “prime mover” dalam skenario pencapaiannya.

Mind-set kita memang harus diperluas. Sudah puluhan tahu kita “terjebak” dalam politik perencanaan yang sifat nya konvensional. Pembangunan pertanian seolah-olah hanya meningkatkan produksi.

Kemudian, setelah produksi mampu ditingkatkan, maka kelembagaan Pemerintah mana yang akan mengurus nya dengan serius ? Apakah Kementerian Perdagangan sudah siap dengan jurus-jurus ampuhnya ? atau Kementetian Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang telah mempunyai kiat-kiat untuk secara komprehensif mampu menjamin pasar bagi hasil-hasil produksi petani ?

Baca juga :  Bogor Atasi Kelangkaan Daging Sapi

Kementerian teknis lainnya, termasuk di dalamnya Kementerian Koordinator yang memiliki fungsi untuk mengkordinasikan program Kementerian Teknis, yang selama ini tampak masih mengedepankan ego sektor ketimbang melahirkan program-program yang sifatnya multi-sektor.

Menarik untuk dibahas, apalagi setelah Komisi IV DPR mengusulkan agar Kementerian Pertanian bukan cuma mengurus soal produksi, tapi juga dituntut untuk mampu menangani pengolahan dan pemasarannya. Kemauan politik untuk membangun sistem pangan dari hulu hingga hilir, sudah waktunya dibuktikan lewat tindakan politik nyata di lapangan, dan tidak hanya berputar-putar pada tataran wacana belaka.

Catatan Rapat Kerja DPR dengan Kementerian Pertanian diatas, sebetulnya bukan hal yang sama sekali baru. Beberapa tahun lalu, di Kementerian Pertanian ada eselon 1 yang menangani soal pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Anehnya, entah ada angin apa yang berhembus, Direktorat Jendral P2HP ini tiba-tiba dibubarkan, selanjutnya tugas dan fungsi P2HP “ditempeljan” kepada masing-masing Eselon 1 di Kementerian Pertanian.

Artinya pandangan Komisi IV DPR agar tugas dan fungsi Kementerian Pertanian ditambah dengan aspek pasca panen, pengolahan dan pemasaran, sesungguhnya hal ini mengulang lagu lama yang pernah ada di Kementerian Pertanian. Jadi, sebetulnya tidak terlampau sulit untuk diwujudkan. Tinggal bagaimana memadukan agar kemauan politik dan tindakan politiknya tidak bersebrangan.

Terlepas dari yang dikemukakan diatas, sebenarnya bila amanat UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dilaksanakan dengan konsekuen, kehadiran Kelembagaan Pangan di tingkat nasional yang langsung dibawah “komando” Presiden, rasa-rasanya bakal mampu menyelesaikan masalah pangan yang kita hadapi.

Lemahnya simpul kordinasi maupum koneksitas Pusat, Daerah, Desa, akan terjawab oleh Badan Pangan Nasional. Apa yang dilakukan Badan Legislasi DPR yang kini tengah melakukan peninjauan ulang terhadap keberadaan UU Pangan. Boleh jadi akan menjawab ketidak-jelasan nasib Kelembagaan Pangan di tingkat nasional itu sendiri. Cukup memilukan juga setelah hampir 9 tahun UU tersebut ditetapkan, ternyata salah satu amanat pentingnya masih belum diwujudkan oleh Pemerintah.

Kembali pada soal harapan Menteri Pertanian kepada Pokja Akhli Ketahanan Pangan. Satu hal yang penting dicatat adalah betapa “terbukanya beliau terhadap saran, masukan, ide, pemikiran cerdas dari Pokja Akhli KP demi perbaikan dan penyempurnaan ke depan. Beberapa kali beliau menyatakan “ayo bantu saya”. Pokja Akhli KP ditantang untuk mengawal dan mendampingi beliau dalam merencanakan kebijakan dan program yang akan diterapkan. Bahkan salah satu permintaan yang cukup menyentuh adalah “jangan biarkan saya salah dalam merumuskan kebijakan, strategi dan program yang bakal dilahirkan”.

Itu sebabnya keberadaan Pokja Akhli KP bukan hanya tertulis sebatas Surat Keputusan Menteri Pertanian, namun yang lebih utama adalah pemikiran cerdas apa yang dapat disampaikan kepada Menteri Pertanian, agar ke depan kebijakan pertanian betul-betul mampu memberi berkah kehidupan bagi seluruh warga bangsa, khususnya dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat kaum tani.

Pertanyaannya, apakah Pokja Akhli KP yang sebagian besar didalamnya di isi kaum cerdik pandai mewakili Perguruan Tinggi se- Nusantara ditambah beberapa praktisi dunia usaha, peneliti, organisasi profesi dan pengamat pertanian/pangan, akan mampu menjawab harapan yang diinginkan Menteri Pertanian diatas ? Apakah Pokja Akhli KP tidak akan asyik sendiri dalam mencermati perkembangan pembangunan ketahanan pangan ?

Jawabnya tegas, harus mampu, tinggal sekarang bagaimana Pokja Akhli KP bersama jajaran keluarga besar Kementan mampu membangun sinergi dan mengubah opini yang ada tentang keberadaan Pokja itu sendiri. Kebersamaan Pokja Akhli KP dengan seluruh Eselon di Kementerian Pertanian sangat penting. Pokja Akhli KP bukan hanya “milik” Badan Ketahanan Pangan, tapi harus menjadi milik Keluarga Besar Kementerian Pertanian.

Semoga ketulusan Menteri Pertanian untuk secara ikhlas mengabdi demi mewujudkan pertanian maju, modern dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan petani di tanah merdeka, akan mendapat dukungan dari semua pihak, terutama Pokja Akhli KP yang secara nyata memiliki kapasitas dan kompetensi untuk turut berkiprah guna mewujudkan hasrat Menteri Pertanian itu ssendiri. (***) 

Baca Artikel Aslinya