oleh

Inovasi Brexit Tembus Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019

-Berita-429 Dilihat

Jakarta (malangkota.go.id) – Untuk yang kesekian kalinya, inovasi Kota Malang menembus Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019 yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) Republik Indonesia. Ini setelah Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji memaparkan inovasi Brexit (Braille e-Ticket And Extraordinary Access for Visual Disabilities) di hadapan tim juri di Ruang Rapat Sriwijaya KemenPANRB RI, Jumat (12/7 /2019).

Wali Kota Malang saat memaparkan tentang inovasi Brexit kepada tim juri

Turut mendampingi Wali Kota Malang dalam pemapatan kali ini Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr. Supranoto, M.Kes beserta tim dari Bagian Organisasi dan Bagian Humas Setda Kota Malang.

Setelah sebelumnya inovasi Bank Sampah Malang (BSM), Lapo Bra (Layanan Pojok Braille) dan e-Lapor lewat Sambat Online, kini giliran inovasi Brexit menembus Top 99 novasi Pelayanan Publik 2019.

Ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri, karena untuk menembus Top 99 Inovasi Pelayanan Publik harus bersaing dengan kurang lebih tiga ribu inovasi dari sekitar 300 daerah lain.

“Ini menunjukkan bahwa komitmen meningkatkan mutu pelayanan publik dan membangun budaya inovasi berjalan baik di institusi Pemerintah kota Malang. Karenanya saya berikan apresiasi positif kepada inovator dalam hal ini Puskesmas Janti dan Dinas Kesehatan Kota Malang serta Bagian Organisasi (Setda Kota Malang) selaku pendamping,“ ucap Wali Kota Malang.

Inovasi Brexit memberikan langkah terobosan kemudahan pelayanan kepada kelompok disabilitas tunanetra. “Ada lebih 150 saudara-saudara kita tunanetra yang menggunakan pelayanan kesehatan di Puskesmas Janti yang selama ini selalu dipandu pendamping untuk berkomunikasi dengan petugas,” jelasnya.

“Kini dengan Brexit, saudara-saudara penyandang tunanetra bisa secara mandiri dari masuk Puskesmas, mendaftarkan untuk pemeriksaan, hingga pengambilan obat hingga membaca tutorial resep obat. Pada setiap konter layanan juga telah disediakan media bantu komunikasi braille,“ beber Sutiaji kepada delapan tim juri yang terdiri dari J. B. Kristiadi, R. Siti Zuhro, Wawan Sobari, Tulus Abadi, Eko Prasojo, Nurjaman Mochtar, Dadan S. S. dan Indah Suksmaningsih itu.

Ditambahkan Sutiaji, bahwa Brexit merupakan wujud komitmen Kota Malang atas layanan yang tidak disparitas, tidak diskriminatif dan wujud komitmen kuat keberpihakan kepada kelompok minoritas khususnya kaum disabilitas.

Inovasi Brexit mendapatkan apresiasi dari salah satu tim juri yakni J. B. Kristiadi. “Ini konkret, pemerintah daerah hadir dan peduli, terlebih Kota Malang juga sudah punya regulasi dalam bentuk perda (peraturan daerah) terkait kelompok disabilitas (Perda Kota Malang No. 2 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas).

“Catatan, kalau saat ini sudah hadir memberikan terobosan kemudahan layanan kesehatan, saya harap Pak Wali (Kota Malang) dan jajaran mampu mengembangkan untuk semua jenis pelayanan di ruang publik lainnya. Bahkan kami rekomendasikan digelar atau diadakan Brexit Day, dengan tujuan warga kota makin peduli pada kelompok disabilitas,“ kata Kristiadi memberikan masukan.

Ditambahkan Siti Zuhro, poin lebih Puskesmas Janti adalah karena telah menjadi rujukan khusus untuk penyandang tunanetra dan juga dikuatkan dengan sarana dan prasarana ruang tunggu serta toilet untuk tunanetra.

Sementara itu, menanggapi pertanyaan tim juri terkait replikasi inovasi Brexit oleh daerah lain, inovator Brexit yang juga tenaga fungsional farmasi pada Puskesmas Janti, Fira, menegaskan jika sudah ada daerah lain yang telah mereplikasi, antara lain Kota Bandung . Fira juga mengungkapkan Puskesmas Janti sudah sering dikunjungi daerah lain untuk melakukan studi tiru. “Inovasi Brexit sendiri kita kembangkan sejak tahun 2017,“ ungkap Fira.

Antusiasme tim juri makin tinggi karena pada saat pemaparan pengguna Brexit yang notabene penyandang disabilitas tunanetra juga turut hadir. Salah satunya adalah Prapto, yang juga penghuni wisma rehabilitasi penyandang disabilitas di Kelurahan Bandungrejosari Kecamatan Sukun. Dalam testimoninya, ia menyatakan banyak terbantu dengan adanya Brexit.

“Kita jadi makin mandiri, satu yang mencolok terkait penggunaan obat obatan. Dulu harus ada bantuan pendamping untuk memilah dan menyiapkan obat yang harus diminum. Itupun kalau yang sudah disiapkan tercampur, kita kesulitan dan akhirnya nggak jadi diminum. Dengan Brexit, macam macam obat dicampur pun, kami bisa membedakan sekaligus tahu catatan resepnya berapa kalinya harus diminum. Itu makin memudahkan dan makin menertibkan disiplin minum obat,“ beber Prapto.

Kemudahan layanan dari Brexit, menurut Kepala Puskesmas Janti, Endang Listyowati menjadikan kunjungan warga tunanetra semakin tinggi. “Bukan semata berobat, tapi juga menggambarkan kesadaran hidup sehat juga bergerak selaras dengan kehadiran Brexit,“ tambahnya. (hms/yon)