oleh

Ingat, Rusunawa Diprioritaskan Untuk MBR

-Berita-646 Dilihat

Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) telah menjadi salah satu strategi Pemkot Surakarta dalam penyediaan rumah layak huni bagi warganya. Terbatasnya lahan di Kota Solo membuat bangunan bertingkat itu efektif sebagai alternatif hunian, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Sejak 2010, Pemkot sudah mengelola tujuh rusunawa. Yakni Rusunawa Semanggi, Begalon I, Begalon II, Jurug, Kerkov, Mojosongo A dan Mojosongo B. Sebanyak dua rusunawa lain juga tengah didirikan di Mojosongo, atas bantuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).

Biaya sewa yang relatif murah, agaknya memikat warga untuk mendiami rusunawa. UPT Rumah Sewa Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperum KPP) pun kebanjiran ratusan permohonan izin menempati hunian bertingkat tersebut. “Satu rusunawa bisa diminati hingga 500 kepala keluarga (KK) setiap kali selesai dibangun. Kami harus benar-benar memprioritaskan MBR, karena kapasitas rusunawa terbatas,” tegas Kepala UPT Rumah Sewa, Toto Jayanto.

Memiliki KTP Surakarta, berpenghasilan maksimal Rp 2,5 juta, sudah menikah dan belum memiliki rumah adalah sejumlah syarat wajib yang harus dipenuhi pemohon, untuk bisa tinggal di rumah susun yang dikelola Pemkot. “Satu lagi, sabar menunggu antrean.”

Sabar merupakan faktor kunci. Sebab saat ini seluruh rusunawa (kecuali Rusunawa Mojosongo B yang dikhususkan bagi warga relokasi terdampak proyek pemerintah) telah penuh. Bahkan dua rusunawa tambahan di Mojosongo yang akhir tahun ini ditargetkan selesai pembangunannya, disebut Toto sudah full booked.

Alhasil, Pemkot memutuskan untuk membatasi masa huni seluruh rusunawa yang dikelolanya. Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa merupakan instrumen pengatur batasan periode tersebut.

Saat ini masing-masing penghuni rusunawa hanya berkesempatan mendiami hunian murah nan nyaman itu maksimal enam tahun. Sebab mereka hanya diizinkan memperpanjang sewa kamar rusunawa hingga lima tahun, terhitung sejak selesainya tahun pertama masa huni rusunawa.

“Jadi terhitung sejak 2021, seluruh penghuni rusunawa yang beroperasi sebelum 2016 harus pindah ke tempat lain. Sebab masa tinggal mereka sudah habis. Setelah itu kami akan menggantikan mereka dengan penghuni baru,” tegas Toto.

Rusunawa Semanggi, Begalon I, Begalon II, Jurug dan Kerkov merupakan sasaran pertama kebijakan tersebut. Sebab rumah susun itu sudah beroperasi sejak Perwali Nomor 5 Tahun 2016 diberlakukan. “Rusunawa Mojosongo baru beroperasi 2018. Otomatis penghuninya bisa tinggal di sana maksimal sampai 2023.”

Relatif panjangnya daftar antrean pemohon ternyata bukan dalih utama pemicu pembatasan masa huni rusunawa itu. Sebaliknya, Pemkot justru ingin mengembalikan fungsi rusunawa sebagai hunian sementara bagi warganya.

“Penyediaan rusunawa sejak awal sudah diperuntukkan bagi MBR yang belum memiliki tempat tinggal. Kalau masa huni tidak dibatasi, nanti penghuni terlalu nyaman. Mereka enggan pindah dari rusunawa, meskipun secara ekonomi sudah relatif lebih mampu,” urai Toto.

Apalagi bagi Pemkot, tinggal di rusunawa bukan berarti selamanya. “Konsep rusunawa itu persiapan punya rumah. Mengelola rusunawa juga mengelola perilaku penghuninya. Biaya sewa sengaja diminimalkan, agar penghuni menyisihkan sebagian penghasilan untuk mencari rumah pribadi. Minimal untuk uang muka perumahan,” tegas Toto.

Jika pembatasan ini tidak diindahkan, maka Pemkot siap bertindak tegas. Guna memaksimalkan implementasi Perwali tersebut, Pemkot juga siap menggandeng paguyuban-paguyuban warga rusunawa. Anggota paguyuban diminta memantau perkembangan ekonomi sesama penghuni, serta menginformasikan kepada Pemkot jika ada penghuni yang sudah berkecukupan.

“Jika memang ada penghuni yang dianggap sudah berkecukupan, kami persilakan untuk mencari hunian pengganti. Meskipun batas masa huni belum selesai,” kata Toto.

Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo juga menandaskan, tinggal di rusunawa merupakan batu loncatan semata. “Setelah itu warga harus memiliki cita-cita memiliki rumah sendiri. Jangan sampai di situ terus. Minimal anaknya bisa punya rumah sendiri dan mereka bisa tinggal bersama,” kata dia. (**)