oleh

Gawat..DPRD Kampar Suruh Peka, Apa Tuh Sebabnya

-Berita-397 Dilihat

DPRD Kabupaten Kampar, provinsi Riau diminta peka terhadap kejadian yang terjadi ditengah masyarakat. Salahsatunya, kejadian yang dialami Mariatul Koptiah warga desa Suram, Kecamatan Tapung Hulu karena diduga menjadi korban mafia tanah.

“Kami mempertanyakan peran serta DRPD Kampar khusunya komisi yang membidangi masalah hukum. Kenapa ada masyarakat yang diduga menjadi korban mafia tanah mereka diam saja. Kenapa, korban malah mengadu ke Jakarta. Apakah komunikasi ke DPRD Kampar tersumbat?,” kata Ketua umum Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan (AMPEK) Naldy Nazar Haroen SH kepada wartawan Rabu 10 Maret 2021.

Menurut Naldy, anggota DPRD merupakan wakil rakyat. Seharusnya, mereka peka terhadap persoalan yang terjadi ditengah masyarakat.

“Jangan mereka turun ke masyarakat saat akan butuh suara menjelang Pileg. Harusnya mereka menampung aspirasi dan kelurahan dari masyarakat yang ada disana,” ungkap Naldy.

“Mereka kan wakil rakyat. Seharusnya, DPRD Kampar bisa memberikan solusi terbaik atas kasus yang dialami Mariatul Koptiah”.

Dijelaskan Naldy, sesuai fungsinya DPRD mempunyai tiga tugas dan wewenang yakni; Membentuk Peraturan Daerah bersama-sama Bupati. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan oleh Bupati. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD.

“Sesuai kewenangannya itu DPRD Kampar bisa memanggil pihak-pihak terkait kasus ini. Mereka bisa memanggil Kepala Dinas dan turunan hingga ditingkatan paling bawah,” ungkap Naldy.

Naldy khawatir jika DPRD Kampar tidak bisa memberikan solusi atas persolan yang dialami warganya bisa memberikan image yang buruk.

“Jangan sedikit-dikit korban datang ke Jakarta untuk mengadukan masalahnya. Kan kasihan, mereka harus mengeluarkan ongkos untuk ke Jakarta. Sebaiknya, DPRD Kampar peka terhadap kasus yang dialami Mariatul Koptiah ini,” pungkas Naldy Haroen.

Diketahui, Mariatul Koptiah membeli tanah dengan cara dicicil dari tangan Rudi Pasaribu seluas 2 hektare dengan harga Rp 250 juta pada awal tahun 2017 lalu di desa Kusau Makmur, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar.

“Saya membeli tanah itu dari Rudi Pasaribu dengan cara mencicil dari tahun 2017 hingga 2018. Alhamdulilah, kini pembayaran tanah itu sudah lunas,” ujar Mariatul Koptiah Selasa 9 Maret 2021 saat mengadukan adanya dugaan mafia tanah ke Ketua umum Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan (AMPEK) Naldy Nazar Haroen SH dikantornya gedung Wannabe Cafe & Resto, Jalan K.H. Achmad Dahlan No.15, Gandaria-Kebayoran Baru, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mariatul mengungkapkan, setelah membayar pelunasan tanah itu dirinya mendapatkan SKGR dari kantor desa setempat.

Entah kenapa, Mariatul Koptiah malah dilaporkan oleh Rudi Pasaribu ke Polres Kampar dengan tuduhan memalsukan tandatangan SKGR.

“Padahal surat SKGR itu saya peroleh dari kantor desa saya. Makanya saya bingung kenapa saya malah dijadikan tersangka oleh polisi. Seharusnya, yang menjadi tersangka adalah aparat desa setempat. Karena, saya hanya mendapat surat SKGR itu dari kantor desa,” ucapnya seraya meneteskan air mata. (lia/kif)