oleh

FK3I Jawa Barat Tanggapi Kebijakan KHDPK

FK3I Jawa Barat Tanggapi Kebijakan KHDPK 239

BERITA BOGOR – Pemerintah menghadirkan kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) guna mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat berharap Peraturan Menteri KHDPK segera diterbitkan.

Pentingnya peran hutan di Pulau Jawa sebagai penyangga ekosistem begitu krusial tak luput dari fokus FK3I Jawa Barat. Terlebih lagi peran hutan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, tanpa mengesampingkan masalah ekologi dan sosialnya.

Ketua BP FK3I Jawa Barat, Dedi Kurniawan, berharap kebijakan KHDPK dapat segera direalisasikan dan diterbitkan Peraturan Menteri agar kedepannya dapat meminimalisir terjadinya polemik. “PerMen-nya segera dikeluarkan agar tidak jadi polemik,” tulis Dedi Kurniawan melalui pesan singkat, Sabtu (6/8/2022).

Hal ini disampaikan oleh Dedi Kurniawan setelah mencermati fakta di lapangan, sehingga dirinya pun menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto, kepada wartawan, melalui keterangan tertulis, Selasa (2/8/2022).

Baca juga :  Masjidil Aqsa Dalam Ancaman Pasukan Yahudi

Dirjen PSKL, Bambang Supriyanto, dalam keterangannya menyatakan bahwa berdasarkan data BPS di 2021, ungkap Bambang, dari 25.863 desa yang berada di sekitar kawasan hutan 36,7%-nya termasuk kategori miskin. Sementara angka kemiskinan di Pulau Jawa sebanyak 14 juta orang atau 52% dari total penduduk miskin nasional sebanyak 26,5 juta penduduk.

“Selain itu, potret lahan lahan kritis yang ada di Pulau Jawa menunjukkan dari 2,1 juta Ha lahan kritis di Jawa, 472 ribu ha berada di dalam kawasan hutan. Data lain memperlihatkan desa atau kampung yang berada di dalam kawasan hutan yang terisolir seluas 7.235 Ha, tambak terlantar seluas 31.112 Ha, pertambangan seluas 1.246 Ha, dan jalan yang melintasi kawasan hutan seluas 225 Ha,” katanya dalam keterangan tertulis.

Peruntukannya, kata Bambang Supriyanto menjelaskan, yaitu kepentingan Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan (konflik tenurial, konflik misal pemukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan, lahan pengganti, hutan cadangan, hutan pangonan, proses TMKH), penggunaan kawasan hutan (IPPKH, PPKH, Lahan kompensasi), Rehabilitasi hutan (RHL, Lahan kritis), Perlindungan hutan (kriteria lindung), dan pemanfaatan jasa lingkungan (kerja sama) yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Baca juga :  Warga Cibadak Minta Pembangunan Poros Tengah Timur Dipercepat

“Pasca penetapan SK 287 Tahun 2022 tentang Penetapan KHDPK, pihaknya mempersiapkan penyusunan Peraturan Menteri LHK dalam mengakomodir dinamika dan fakta di lapangan. Peraturan dalam bentuk pedoman untuk KHDPK secara umum termasuk di dalamnya Perhutanan Sosial,” tulisnya.

Bambang Supriyanto mengatakan pihaknya telah mengatur regulasi untuk mengatasi keresahan sebagian karyawan Perhutani karena adanya SK KHDPK. Menurutnya, karyawan Perhutani akan bertransformasi menjadi pendamping Perhutanan Sosial dengan pengembangan kompetensi melalui learning management system.

Sekedar diketahui, bahwa perbaikan kebijakan pengelolaan kawasan hutan di Jawa tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 125 ayat (7). Aturan tersebut menyatakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi yang tidak dilimpahkan penyelenggaraan pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Negara Bidang Kehutanan ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus. (*/red)

Baca juga :  KLHK Bahas Pengelolaan Perhutanan Sosial

Artikel Terkait :

Baca Artikel Aslinya