oleh

Darmizal: Peristiwa di Bandara & Petamburan Pemerintah Tampak Lemah

-Berita-189 Dilihat

BERBAGAI kejadian terkait pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini membuat banyak pihak menjadi skeptis terhadap pemerintah. 

Penyambutan Rizieq Syihab di bandara Soekarno Hatta oleh ribuan massa yang kemudian dilanjutkan dengan acara Maulid Nabi dan pernikahan putri Rizieq Syihab menunjukkan pemerintah tidak berdaya untuk bisa bersikap tegas.

Ketua Umum Relawan Jokowi (RèJO) HM Darmizal MS ikut bersuara lantang menyikapi hal tersebut.

Darmizal menyebut, pemerintah gamang untuk menegakkan aturan yang berkeadilan dalam artian semua warganegara sama dihadapan hukum.

“Mestinya seluruh aparat pemerintah kompak dan berada dalam satu garis komando, sehingga tidak kegamangan itu tidak perlu terjadi. Dalam peristiwa di bandara dan Petamburan, nampak sekali pemerintah lemah. Bahkan terkesan tidak terkoordinir dan tebang pilih,” ujar Darmizal kepada awak media Senin 16 November 2020.

Kata Darmizal, secara telanjang semua masyarakat dapat membuka berbagai info dimedia berbagai peristiwa penegakan hukum oleh aparat guna mendisiplinkan warga masyarakat pelanggar prokes.

“Ada yang disuruh push up, menyapu jalan, membersihkan got dan denda uang, bahkan ada kepala keluarga yang dilabrak habis pada saat pernikahan putrinya dimasa pandemi Covid-19,” ungkap tokoh Minang ini.

Secara khusus Darmizal menyebutkan, sangat disayangkan pedang aparat hanya tanjam kepada masyarakat kecil dan tumpul kepada kelompok tertentu. Tidak melakukan tidakan tegas dan hanya menyampaikan himbuan saja. Padahal aparat keamanan mempunyai kekuatan dan perangkat untuk bertindak tegas. 

“Saat ini sudah tidak perlu lagi himbauan atau arahan, yang perlu dilakukan adalah tindakan kepada siapa saja pelanggar prokes. Atas nama hukum dan keselamatan rakyat maka aparat harus bertindak, bukan hanya berbicara di minbar,” kritik Darmizal.

Selain itu Darmizal juga menyayangkan bahwa di media yang terjadi justru diskursus antara orang-orang yang bukan pengambil keputusan. Misalnya antara Maaher at-Thuwailibi dan Nikita Mirzani. Suara pemerintah justru tenggelam dan tidak muncul membawa arah kebaikan dan kemanfaatan bagi publik.

“Dalam situasi darurat pandemi Covid-19, pemerintah harus dominan dan berada di garis depan. Bukan malah tenggelam di bawah suara-suara yang tidak penting. Kedepan, semakin penting bagi Presiden Jokowi memilih pembantu yang kompeten. Loyalitasnya tegak lurus dan tulus bekerja untuk negara, dan itu sangat penting supaya kompak. Tidak gamang mengambil keputusan disaat genting untuk bertindak,” pungkas alumni UGM Yogyakarta ini. (zal/fia)